Tutorial membuat css gambar

css gambar
Tutorial membuat  css gambar . Malam blogger pada kesempatan kali ini saya ingin berbagi mengenai css membuat gallery gambar.

bicara mengenai css memang sangat sulit saya juga baru belajar ngeblog dan ingin mempelajari mengenai css.

CSS dapat digunakan untuk membuat sebuah galeri gambar

contoh css untuk gallery gambar dibawah ini.

<!DOCTYPE html>
<html>
<head>
<style>
div.img {
    margin: 5px;
    border: 1px solid #ccc;
    float: left;
    width: 180px;
}

div.img:hover {
    border: 1px solid #777;
}

div.img img {
    width: 100%;
    height: auto;
}

div.desc {
    padding: 15px;
    text-align: center;
}
</style>
</head>
<body>

<div class="img">
  <a target="_blank" href="file:///C|/Users/famoes/Downloads/images.jpg">
    <img src="img_fjords.jpg" alt="Trolltunga Norway" width="300" height="200" border="0">  </a>
  <div class="desc">description </div>
</div>

<div class="img">
  <a target="_blank" href="img_forest.jpg">
    <img src="img_forest.jpg" alt="Forest" width="600" height="400">
  </a>
  <div class="desc">description </div>
</div>

<div class="img">
  <a target="_blank" href="img_lights.jpg">
    <img src="img_lights.jpg" alt="Northern Lights" width="600" height="400">
  </a>
  <div class="desc">description </div>
</div>

<div class="img">
  <a target="_blank" href="img_mountains.jpg">
    <img src="img_mountains.jpg" alt="Mountains" width="600" height="400">
  </a>
  <div class="desc">description </div>
</div>

</body>
</html>


hasilnya akan seperti ini.
css gambar


Anda bisa membuatnya dan memodifikasinya sendiri.
semoga bermanfaat dan membantu. Tutorial membuat  css gambar



Apa Itu Istidraj?

Istidraj
Apa Itu Istidraj?
Istidraj secara bahasa diambil dari kata da-ra-ja (Arab: درج ) yang artinya naik dari satu tingkatan ke tingkatan selanjutnya. Sementara istidraj secara istilah bermakna bahwa pemberian dari Allah Swt kepada hamba yang dipahami sebagai “hukuman” yang diberikan sedikit demi sedikit dan tidak diberikan langsung, dimana Allah Swt membiarkan orang tersebut terus dalam “hukuman” dan tidak disegerakan adzabnya.

Allah Swt berfirman, “Nanti Kami akan menghukum mereka dengan berangsur-angsur (ke arah kebinasaan) dari arah yang tidak mereka ketahui.” (QS. Al-Qalam: 44) (Al-Mu’jam Al-Lughah Al-Arabiyah, kata: da-ra-ja).

Dari definisi di atas, jelaslah bahwa orang yang terus dalam kemaksiatannya, namun dibalas oleh Allah Swt dengan nikmat  sehingga ia lupa untuk bertaubat dan memohon ampun kepadaNya, adalah sebuah penangguhan dari Allah Swt agar ia semakin jauh dari Allah Swt sedikit demi sedikit, menambah dosanya sedikit demi sedikit, hingga akhirnya ketika Allah I akan mengadzabnya, maka Allah Swt  mengadzabnya sesuai kadar dosanya yang semakin banyak dan menumpuk. Wal ‘iyadzu billah.

Allah Swt berfirman, “Maka serahkanlah (ya Muhammad) kepada-Ku (urusan) orang-orang yang mendustakan perkataan ini (al-Quran). Nanti Kami akan menarik mereka dengan berangsur-angsur (ke arah kebinasaan) dari arah yang tidak mereka ketahui. Dan Aku memberi tangguh kepada mereka. Sesungguhnya rencana-Ku amat teguh.(QS. Al-Qalam: 44).

Syaikh As-Sa’di rahimahullah menyatakan, “Ketika mereka melupakan peringatan Allah yang diberikan pada mereka, maka dibukakanlah berbagi pintu dunia dan kelezatannya, mereka pun lalai. Sampai mereka bergembira dengan apa yang diberikan pada mereka, akhirnya Allah menyiksa mereka dengan tiba-tiba. Mereka pun berputus asa dari berbagai kebaikan. Seperti itu lebih berat siksanya. Mereka terbuai, lalai, dan tenang dengan keadaan dunia mereka. Namun itu sebenarnya lebih berat hukumannya dan jadi musibah yang besar.” (Tafsir As-Sa’di, hal. 260).

Jadi, ketika ada orang yang tidak shalat, tidak berpuasa di bulan Ramadhan tanpa udzur, hidup dalam kubangan maksiat, namun hidupnya tetap makmur, sejahtera dan bergelimang banyak kemewahan, sungguh ini adalah istidraj. Ketika seseorang meraih pangkat dan jabatan atau kemenangan dengan cara-cara yang zhalim dan menghalalkan segala cara, kemudian ia tetap terus maju dan sukses dengan kedudukannya, sungguh ini adalah istidraj.

Lantas, mengapa Allah Swt berbuat demikian? Mengapa Allah Swt tidak memberi hidayah saja dan menyadarkan mereka? Hal itu karena hidayah tidak akan diberikan kepada mereka yang menutup hatinya dan tidak bersedia menerima petunjuk Allah Swt, bahkan mereka menjadikan kebaikan yang diajarkan Allah Swt sebagai bahan untuk mengolok-olok. Hidayah bisa saja datang kepada orang yang zhalim dan gemar berbuat dosa jika kemudian orang tersebut membuka hatinya untuk menerima petunjuk-petunjuk Allah Swt yang terdapat dalam ajaran agama.

Semoga bermanfaat.

Sumber Buletin Dakwah Al-munir

Tata Cara Shalat sunnah Rawatib

Shalat sunnah Rawatib
Tata Cara Shalat sunnah Rawatib. Hiruk pikuk dunia sering kali sering kali melalaikan kita dari perkara-perkara utama, kesibukan dan tuntutan hidup yang tinggi kerap mejadi alasan untuk meninggalkan perkara-perkara mulia.
Tak pelak , sebahagian kita akhirnya meninggalkan ibadah-ibadah tambahan yang wajib,
sementara ibadah wajib kita sendiri juga sering kali cacat dan kurang adabnya.

   Apa lagi, sebahagian kita beralasan bahwa ibadah-ibadah tambahan itu sendiri toh adalah sunnah (bukan wajib) sehingga jika ditinggalkan, misalnya karena kesibukan , juga tidak berdosa.

  Ya, disatu sisi alasan bisa dibenarkan juga. Namun disisi lain, sengaja meninggalkannya (apalagi meremehkannya) secara berulang-ulang atau terus menerus , tentu saja hal ini adalah kerugian yang nyata.
   Diantara contoh ibadah tambahan yang banyak dilalaikan adalah shalat sunnah rawatib , yaitu shalat sunnah yang mengiringi shalat-shalat wajib kita. Shalat yang demikian penting bagi panutan kita , Muhammad Saw , sampai-sampai beliau Saw , senantiasa mengajarkanya dan tidak pernah meninggalkannya dalam keadaan mukim , tidak bepergian atau (safar). Oleh karena itu , kami memandang perlu untuk mengingatkan beberapa hal dan hukum-hukum terkait shalat sunnah rawatib.

Keutamaan Shalat Rawatib

Rasulullah r bersabda, “Barangsiapa yang shalat 12 rakaat pada siang dan malam, maka akan dibangunkan baginya rumah di surga“ (HR. Muslim).

Bahkan khusus untuk 2 raka’at sebelum Subuh dan 4 raka’at sebelum Shuhur yang masuk dalam 12 raka’at tersebut, Rasulullah r menjelaskan keutamaannya secara khusus. Untuk 2 raka’at sebelum Subuh, Rasulullah r bersabda, “Dua rakaat sebelum shubuh lebih baik dari dunia dan seisinya“. Dalam riwayat yang lain, “Dua raka’at sebelum shubuh lebih aku cintai daripada dunia seisinya” (HR. Muslim). Dan untuk 2 raka’at sebelum Subuh ini, Rasulullah r tidak pernah meninggalkannya baik ketika mukim (tidak berpergian) maupun dalam keadaan bepergian (safar).

Sedangkan untuk 4 raka’at sebelum Zhuhur, Rasulullah r bersabda, “Barangsiapa yang menjaga (shalat) 4 rakaat sebelum Zhuhur dan 4 rakaat sesudahnya, Allah haramkan baginya api neraka“. (HR. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, An-Nasa’i dan Ibnu Majah).

Keutamaan lainnya, Tsauban t, bekas budak Rasulullah r, pernah bertanya kepada Rasulullah r  mengenai amalan yang dapat memasukkannya ke dalam surga atau amalan yang paling dicintai oleh Allah I. Rasulullah r menjawab, “Hendaklah engkau memperbanyak sujud kepada Allah karena  tidaklah engkau bersujud pada Allah dengan sekali sujud melainkan Allah akan meninggikan satu derajatmu dan menghapuskan satu kesalahanmu” (HR. Muslim).

Subhanallah, ini baru sekali sujud. Lantas, bagaimanakah dengan banyak sujud atau banyak shalat yang dilakukan?

Rasulullah r juga bersabda, “Sesungguhnya amalan yang pertama kali akan diperhitungkan dari manusia pada hari kiamat dari amalan-amalan mereka adalah shalat. Kemudian Allah Ta’ala mengatakan pada malaikatnya dan Dia lebih Mengetahui segala sesuatu, “Lihatlah kalian pada shalat hamba-Ku, apakah sempurna ataukah memiliki kekurangan? Jika shalatnya sempurna, maka akan dicatat baginya pahala yang sempurna. Namun, jika shalatnya terdapat beberapa kekurangan, maka lihatlah kalian apakah hamba-Ku memiliki amalan shalat sunnah? Jika ia memiliki shalat sunnah, maka sempurnakanlah pahala bagi hamba-Ku dikarenakan shalat sunnah yang ia lakukan. Kemudian amalan-amalan lainnya hampir sama seperti itu.” (HR. Abu Dawud).

Duhai, betapa beruntungnya mereka yang banyak melaksanakan shalat sunnah, termasuk rawatib. Dan, betapa ruginya mereka yang meremehkannya. Wallahul-musta’an.

Pembagian dan Jumlah Shalat Rawatib

Dalam Kitab Shahih Fiqh Sunnah 1/381, Syaikh Abu Malik rahimahullah menyebutkan bahwa Shalat Sunnah Rawatib, terdiri dari Rawatib yang Muakkad (ditekankan untuk dikerjakan) dan Rawatib yang Ghairu Muakkad (tidak begitu ditekankan untuk dikerjakan).

Pertama, terkait jumlah Rawatib Muakkad, Rasulullah r menjelaskannya dalam beberapa haditsnya.

Rasulullah r bersabda, “Barangsiapa yang tidak meninggalkan 12 rakaat pada shalat sunnah rawatib, maka Allah akan bangunkan baginya rumah di surga, (yaitu): 4 rakaat sebelum Zhuhur, 2 rakaat sesudahnya, 2 rakaat sesudah Maghrib, 2 rakaat sesudah ‘Isya, dan 2 rakaat sebelum Subuh“ (HR. Tirmidzi dan An-Nasa’i).

Riwayat yang lain, menyebutkan Rawatib Muakkad berjumlah 10 raka’at. Sebagaimana hadits dari  Ibnu ‘Umar t, beliau t mengatakan, “Aku menghafal dari Nabi r 10 raka’at (Sunnah Rawatib), yaitu : 2 raka’at sebelum Zhuhur, 2 raka’at sesudah Zhuhur, dua raka’at sesudah Maghrib, dua raka’at sesudah ‘Isya, dan dua raka’at sebelum Shubuh” (HR. Bukhari).

Mungkin ada yang bertanya, bagaimana dengan sebelum Maghrib dan sebelum/setelah Ashar, dalam hal ini Syaikh Muammad bin Utsaimin rahimahullah berkata, “Tidak ada Sunnah Rawatib (Muakkad) sebelum dan sesudah shalat Ashar, namun disunnahkan shalat mutlak sebelum shalat Ashar” (Majmu’ Fatawa As-Syaikh Al-Utsaimin 14/343).

Begitu pula dengan sebelum (qabliyah) shalat Jumat, Syaikh Abdul ‘Azis bin Baz rahimahullah berkata, “Tidak ada Sunnah Rawatib (Muakkad) sebelum shalat Jum’at berdasarkan pendapat yang terkuat di antara dua pendapat ulama. Akan tetapi disyari’atkan bagi kaum muslimin yang masuk masjid agar mengerjakan shalat beberapa raka’at semampunya” (Majmu’ Fatawa As-Syaikh Bin Baz 12/386,387).

Adapun setelah (ba’diyah) shalat Jumat, Syaikh Abdul ‘Azis bin Baz rahimahullah berkata, “Adapun sesudah shalat Jum’at, maka terdapat Sunnah Rawatib sekurang-kurangnya 2 raka’at dan maksimal 4 rakaat” (Majmu’ Fatawa As-Syaikh Bin Baz 13/387). Hal ini berdasarkan hadits, Rasulullah r bersabda, “Apabila seseorang di antara kalian mengerjakan shalat jum’at, maka shalatlah sesudahnya empat rakaat“ (HR. Muslim).

Kedua, terkait Rawatib yang Ghairu Muakkad, berdasarkan hadits-hadits yang ada, terdiri dari : 2 raka’at setelah Zhuhur (yang dikerjakan setelah mengerjakan 2 atau 4 raka’at sebelum dan 2 raka’at setelah Zhuhur), 4 raka’at sebelum Ashar, 2 raka’at sebelum Maghrib dan 2 raka’at sebelum Isya).

Sehingga, berdasarkan seluruh riwayat hadits di atas, jumlah raka’at Rawatib, baik yang Muakkad maupun yang Ghairu Muakkad, dapat disimpulkan pada Tabel di bawah.

Tabel Shalat Sunnah Rawatib

Shalat
 Muakkad
Ghairu Muakkad
Sebelum
Sesudah
Sebelum
Sesudah
Shubuh
  2 Raka'at
-
-
-
Zhuhur
2 atau 4 Raka'at
2 Raka'at
-
2 Raka'at
Ashar
-
-
4 Raka't

Magrib
-
2 Raka't
2 Raka'at

Isya
-
2 Raka't
2 Raka'at



Surat yang Dibaca pada Shalat Rawatib

 Terkait hal ini, secara umum, boleh bagi kita untuk membaca surah apa saja dari Al-Qur’an setelah membaca surah Al-Fatihah dalam shalat.
Namun secara khusus, Nabi pernah mencontohkan beberapa surah khusus yang biasa dibaca oleh beliau dalam shalat rawatib. Seperti, pada shalat sunnah 2 raka’at sebelum (qabliyah) Subuh.

Abu Hurairah t meriwayatkan,
“Bahwasanya Rasulullah pada sholat sunnah sebelum subuh membaca surat Al-Kaafirun dan surat Al-Ikhlas” (HR. Muslim).

Begitupula, Sa’id bin Yasar meriwayatkan, bahwasannya Ibnu Abbas  mengabarkan kepadanya,

“Sesungguhnya Rasulullah pada shalat sunnah sebelum subuh di raka’at pertama “qaaluu aamanna billaahi wa maa unzila…” (Surah Al-Baqarah ayat 136), dan di raka’at kedua membaca “falammaa ahassa ‘isaa minhumul kufra…” (Surah Ali Imran ayat 52)” (HR. Muslim).

Juga, pada shalat rawatib 2 raka’at setelah (ba’diyah) Maghrib, Ibnu Mas’ud t berkata, “Saya sering mendengar Rasulullah r ketika beliau membaca surat pada sholat sunnah sesudah maghrib : Al-Kaafirun dan surat Al-Ikhlas” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Jadi, dapat dipahami bahwa 10 atau 12 raka’at yang disebutkan secara khusus dalam keutamaan

“dibangunkan baginya rumah di surga” adalah Rawatib yang Muakkad.

 Rawatib Dalam Keadaan Safar 

Ibnu Qayyim rahimahullah berkata,
 “Rasulullah di dalam safar senantiasa mengerjakan Shalat Sunnah Rawatib sebelum Shubuh dan Shalat Sunnah Witir dikarenakan dua shalat sunnah ini merupakan yang paling utama di antara shalat sunnah, dan tidak ada riwayat bahwasannya Rasulullah mengerjakan shalat sunnah selain keduanya” (Zaadul Ma’ad 1/315).

Syaikh Abdul ‘Azis bin Baz rahimahullah berkata,
“Disyariatkan ketika safar meninggalkan Shalat Rawatib kecuali Shalat Witir dan Rawatib sebelum Subuh” (Majmu’ Fatawa 11/390).

 Rawatib,Lebih Baik di Rumah 

 Di antara petunjuk Nabi adalah menjalankan setiap shalat sunnah di rumah, kecuali jika memang ada hajat atau faktor lain yang mendorong untuk melakukannya di masjid.

Nabi bersabda, “Sesungguhnya seutama-utama shalat adalah shalat seseorang di rumahnya selain shalat wajib” (HR. Bukhari dan Muslim).

Di antara keutamaan lainnya mengerjakan shalat di rumah, apalagi ketika baru datang dari masjid atau akan pergi ke masjid terdapat dalam hadits Abu Hurairah,

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Jika engkau keluar dari rumahmu, maka lakukanlah shalat dua raka’at yang dengan ini akan menghalangimu dari kejelekan yang ada di luar rumah. Jika engkau memasuki rumahmu, maka lakukanlah shalat dua raka’at yang akan menghalangimu dari kejelekan yang masuk ke dalam rumah.” (HR. Al-Bazzar. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Lihat As Silsilah Ash Shohihah no. 1323).

Waktu Mengerjakan Rawatib 

 Ibnu Qudamah rahimahullah berkata,
“Setiap Sunnah Rawatib Qabliyah (sebelum) maka waktunya dimulai dari masuknya waktu shalat fardhu (setelah adzan) hingga shalat fardhu dikerjakan, dan Shalat Rawatib Ba’diyah (setelah) maka waktunya dimulai dari selesainya shalat fardhu hingga berakhirnya waktu shalat fardhu tersebut” (Al-Mughni 2/544).
  Jadi, bukan termasuk Rawatib, ketika mengerjakannya sebelum adzan yang menandai masuknya waktu shalat untuk Rawatib Qabliyah atau telah berakhirnya waktu shalat fardhu untuk Rawatib Ba’diyah.

 Menggabungkan Rawatib, Tahiyatul Masjid, dan Sunnah Wudhu’ 

    Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah berkata, “Apabila seseorang masuk masjid di waktu shalat Rawatib, maka ia bisa mengerjakan shalat dua rakaat dengan niat shalat Rawatib dan Tahiyatul Masjid (sekaligus), dengan demikian tertunailah dengan mendapatkan keutamaan keduanya. Dan demikian juga Shalat Sunnah Wudhu’ bisa digabungkan dengan keduanya (Shalat Rawatib dan Tahiyatul Masjid), atau digabungkan dengan salah satu dari keduanya”. (Al-Qawaid Wal-Ushul Al-Jami’ah, hal. 75).

Semoga bermanfaat.

Sumber Buletin Dakwah Al-munir

Kategori

Kategori